Jauh
sebelum teori terbentuknya negara oleh George Jellineck diungkapkan. Kehadiran
warga masyarakat menjadi hubungan yang tidak terpisahkan dalam konsep sebuah wilayah
kedaulatan. Konsep negara barulah lahir setelah adanya fase yang dilalui
sehingga dapat membentuk proses yang dinamakan sebuah negara. Negara sebagai statum organum tidak dapat bergerak alias
vervassungrecht bila tidak digerakkan
oleh manusia sebagai actus humanus.
Oleh sebab itu, perlahan kondisi ini menyimpulkan bahwa ada warga masyarakat
dulu baru terbentuknya negara. Negara, adalah wujud komitmen antar warga untuk
mengatur urusan administratif warga masyarakatnya sehingga terbentuklah tatanan
sosial yang beradab. Maka, kita mengenal konsep ini sebagai primus interpares. Di era modern,
kehadiran negara yang bertransformasi menjadi format yang lebih dinamis yang
kita sebut sebagai pemerintah.
Pemerintah, merupakan representasi warga masyarakat yang dipercaya (trusted) untuk mengatur urusan domestik
warga masyarakatnya. Ditengah-tengah kemajuan peradaban, pola penyebaran warga
masyarakat yang tadinya homogen dan mekanis beralih menjadi heterogen dan
organis. Tak ayal, kita mengenal hal ini sebagai wujud masyarakat
multikultural. Hal ini tak dapat dihindarkan, mengingat laju migrasi penyebaran
penduduk menjadi begitu pesat tatkala kemajuan teknologi mengiringi laju
pertumbuhan manusia. Secara massal, penduduk dapat berpindah dari satu tempat
ke tempat yang lain tanpa harus menunggu waktu yang lama. Sebagai bagian dari
komunitas masyarakat internasional, posisi Indonesia secara geografis cukup
strategis sebagai transit pertumbuhan penduduk dunia. Meskipun, tak berpengaruh
banyak Indonesia menjadi target banyak orang asing lantaran destinasi wisata
yang dimiliki. Hal ini dinamakan sebagai warga negara asing. Hingga kini, data
yang disadur dari Badan Pusat Statistik
dengan sensus terakhir tahun 2010, total penduduk Indonesia sudah mencapai 230
juta lebih. [1] Angka ini belum termasuk Penghuni Tidak
Tetap, seperti Tuna Wisma, Pelaut, Rumah Perahu, dan Penduduk
ulang-alik/Ngelaju. Artinya, jumlah penduduk Indonesia dapat diprediksi jauh
lebih besar dari angka yang dihitung per dekadenya.
a. Penduduk
dan Kemiskinan
Cepatnya
laju pertumbuhan penduduk (nartalitas) ini tentu menjadi dilematis bila tidak
diimbangi dengan kualitas sumber daya manusianya. Menurut biro pusat statistic
(BPS), jumlah dan persentase penduduk miskin pada periode 1996-2010
berfluktuasi dari tahun ke tahun meskipun terlihat adanya kecenderungan menurun
pada periode 2000-2010. Gambaran statistis ini menjelaskan bahwa kemiskinan
masih terus menjadi masalah fenomenal sepanjang sejarah Indonesia sebagai modern nation state, sejarah sebuah
negara yang salah memandang dan mengurus kemiskinan. [2]
Hal
inilah yang manjadi basis kenapa human development
index Indonesia menjadi begitu rendah dibandingkan dengan negara-negara
lain. Indeks pembangunan manusia Indonesia secara menyeluruh menggambarkan
kualitas manusia Indonesia relative masih sangat rendah, dibandingkan dengan
kualitas manusia di negara-negara lain di dunia. Berdsarkan Human Development Report 2004, angka HDI
Indonesia berkisar di 0,692 sampai 0,7.
Angka indeks ini merupakan komposit dari angka harapan hidup (life expected) sebesar 66,6 tahun, angka
melek aksara penduduk usia 15 tahun ke atas sebesar 87,9 persen, kombinasi
angka partisipasi kasar jenjang pendididkan dasar sampai dengan pendidikan
tinggi sebesar 65 persen, dan pendapatan domestik bruto (PDB) per kapita yang
dihitung berdasarkan paritas daya beli (purchasing
power parity) sebesar US$ 3.320. [3]
b. Pendidikan
Kependudukan = Kualitas Hidup
Melihat data-data
diatas menyangsikan bahwa Indonesia dengan jumlah penduduk yang begitu besar
masih kurang optimal dalam memanfaatkan potensi sumber daya manusia. Maka dari
itu perlu pendidikan kependudukan yang relevan dengan kualitas hidup seseorang.
Lantas, apa saja yang diperlukan dalam rangka mencapai kualitas hidup melalui
pendidikan kependudukan?
|
Meninjau diatas, dapat kita uraikan satu persatu konsep pendidikan kependudukan dalam
rangka menuju kualitas hidup sumber daya manusia yang berkualitas.
(i)
Development
of Knowledge atau pengembangan pengetahuan.
Pengembangan pengetahuan dalam rangka civic education perlu disebar luaskan.
Mengingat jumlah penduduk Indonesia yang sudah begitu besar, maka kesadaran
akan beberapa isu pokok terkait dengan problematika kependudukan seperti
tingkat pengangguran yang tinggi unbalancing
(ketidak seimbangan) laju nartalitas dan mortalitas, hingga angka usia
tidak produktif yang tinggi. Seiring dengan meledaknya transisi demografi di
Indonesia yang menunjukan angka usia muda lebih besar ketimbang angka usia tua,
tentu menjadi persoalan sendiri bagi Indonesia. Bila, ledakan demografi
tersebut tidak diimbangi dengan pengembangan konsep kependudukan seperti
menekan laju pertumbuhan nikah muda, pendidikan dasar 12 tahun, dan
meningkatkan angka usia muda yang memiliki kesempatan mengenyam pendidikan
tinggi, maka angka usia produktif di Indonesia akan sia-sia. Oleh sebab itu,
SDM yang berada dalam usia produktif perlu diberikan pendidikan terkait dengan
persoalan kependudukan.
(ii)
Progress
of Skill atau peningkatan keahlian. Banyak hal yang dapat
dilaksanakan dalam menghindari bencana demografi yang dimiliki Indonesia,
seperti program pendidikan dan pengembangan keterampilan. Proses pemberdayaan
pemuda (youth empowerment) dapat
dilakukan melalui dua saluran. Yang pertama melalui proses pendidikan dengan
menggunakan metode Pendidikan Menengah Universal (PMU) 12 Tahun. Mengingat,
rasio partisipasi masyarakat Indonesia dalam mengenyam pendidikan menengah
masih kalah dibanding negara-negara Asia Tenggara lainnya. selain itu, basis
kurikulum dalam pendidikan menengah universal ini harus diliputi pendidikan
berbasis keterampilan ketimbang yang bersifat saintifik. Hal ini diharapkan
dapat menjadikan manusia-manusia Indonesia lebih kreatif dengan bekal
pendidikan keilmuan yang terampil. Mengingat semenjak tahun 2010 Indonesia
generasi produktif Indonesia tumbuh begitu pesat, sehingga memungkinkan
mendorong untuk pertumbuhan generasi produktif yang berkualitas. [4]
(iii)
Development
of attitude, sikap adalah kecendurungan seseorang
untuk bertindak atau bertingkah laku. setiap orang akan memperlihatkan tingkah
laku yang berbeda karena antara mereka memiliki perbedaan sikap. kecenderungan
seseorang untuk bertindak dapat bersikap positif dan negative sikap seseorang
selalu berhubungan dengan norma yg berlaku. Diharapkan dengan adanya
pengembangan sikap ini dapat berimplikasi pada kesadaran kognitif masyarakat
akan kepastian kehidupan yang sehat seiring dengan pertumbuhan penduduk. Pengembangan
sikap ini dapat dijalankan melalui beberapa saluran tak hanya melalui
pendidikan formal, akan tetapi pendidikan non formal seperti kursus dan program
pendidikan singkat, diharapkan dapat membantu kesadaran masyarakat akan
persoalan kependudukan. Maka, peran pemerintah turut pula penting dalam
meningkatkan progresifitas pengembangan sikap melalui proses pendidikan dan
diseminasi. Pemerintah dalam hal ini kementerian atau lembaga terkait dapat
menjadikan ini sebagai sarana untuk melatih dan mendidik masyarakat sedini mungkin
akan keadaan faktual kependudukan di Indonesia yang semakin kompleks. Sehingga,
diharapkan secara linear, hal ini berpengaruh pada kesadaran kolektif mereka
untuk berpartisipasi secara aktif membangun sistem pranata keluarga yang
berbarengan dengan program pemerintah (seperti program Keluarga Berencana
BKKBN, 2 Anak lebih baik).
(iv)
Language
of value, bahasa bisa jadi menjadi satu hal yang pokok dalam
hal penyampaian pemahaman. Ketidak tahuan masyarakat akan program penyadaran
sosial melalui bahasa menjadi pincang ketika pesannya tak tersampaikan. Oleh sebab
itu, kendati tidak krusial persoalan bahasa dapat mengintegrasikan komunitas
urban yang tidak fasih berbahasa resmi disatu negara. Penanaman nilai dan
kesadaran sosial melalui bahasa dapat menyambung tali yang putus soal
diseminasi program pendidikan kependudukan. \
(v)
Development
of understanding, pengembangan pemahaman adalah tugas
semua pihak untuk dapat membantu dan berperan serta dalam menekan laju
pertumbuhan penduduk yang semakin signifikan. Hal ini dapat dilakukan dengan
beragam cara seperti sosialisasi kebijakan dan strategi advokasi. Selanjutnya,
strategi pengembangan pemahaman dapat dilakukan seiring dengan peningkatan
layanan dan kualitas KB. Karena, proses pelaksanaan menekan laju pertumbuhan
penduduk tidak hanya berhenti didalam pranata keluarga saja. Melainkan, turut
pula dibantu oleh unit lembaga yang bertugas untuk meningkatkan pemahaman
masyarakat akan persoalan kependudukan di Indonesia
(vi)
Change
in Behavior, ada pepatah yang menyatakan bahwa
pemimpin yang berhasil adalah pemimpin yang mampu mengubah paradigma. Paradigma
merupakan cara pandang terhadap satu persoalan. Dalam kaitannya dengan
kependudukan, paradigma adalah cara berpikir masyarakat secara kolektif
terhadap persoalan kependudukan. Dalam hal ini, masyarakat dan pemerintah harus
segera bersinergi untuk mengubah paradigma berpikir masing-masing. Untuk masyarakat,
anggapan yang menyatakan ’banyak anak
banyak rezeki’ sudah selayaknya dirubah. Mengingat, kebutuhan dalam era
global semakin kompleks maka rentan bagi orangtua (muda) untuk beranggapan
bahwa banyak anak dapat berhubungan dengan banyaknya pendapatan itu keliru. Kehadiran
anak dalam jumlah yang besar dalam suatu keluarga boleh jadi menjadi beban
tersendiri bagi keluarga bila tidak diimbangi dengan pemasukan dan peningkatan
kualitas kerja. Lantaran, mencari kerja sekarang sudah sedemikian rumit maka
aksioma yang menganggap bahwa banyak anak banyak rezeki sudah sepatutnya untuk
dirubah. Selain itu, bagi pemerintah—BKKBN—sudah sepatutnya untuk lebih cermat
dalam hal mengurusi urusan kependudukan. Dengan tidak hanya berfokus pada
program keluarga berencana, namun lebih luas dapat bertansformasi menjadi
lembaga yang multiple function mengurusi persoalan kependudukan di Indonesia. Sehingga
dengan begitu, BKKBN dapat memprediksi ledakan penduduk yang akan terjadi
dikemudian hari.
c. Masalah
Kependudukan Nasional dan Dampaknya
Jumlah
penduduk Indonesia termasuk yang paling banyak di dunia. Data terakhir,
menyebutkan bahwa Indonesia menempati posisi ke empat dalam hal kepadatan
penduduk. Menurut Biro Sensus AS (United States Cencus Bureau) menyebutkan
bahwa pada tahun 2050, dunia akan mengalami peningkatan kepadatan penduduk
hingga 9 milyar jiwa. Artinya setiap dekade dunia mengalami kenaikan jumlah
penduduk sebanyak 1 milyar jiwa per dekade. [5]
dan Indonesia menempati urutan ketiga, lantaran prediktabilitas jumlah penduduk
Amerika Serikat dapat menurun 0,5 % sedangkan negara-negara berkembang
meningkat 1,2 %. Hal ini tentu menjadi sinyal betapa persoalan kependudukan
cukup menjadi problem yang rumit hampir disetiap negara termasuk Amerika. Mengingat,
kepadatan penduduk tentu berimplikasi pada tanggung jawab negara untuk
melaksanakan fungsinya dalam hak kesejahteraan. Hingga kini, persoalan ekonomi
di Indonesia rata-rata bermuara pada persoalan kepadatan penduduk. Seperti,
penyediaan lapangan kerja. Makin sempitnya lapangan pekerjaan dikarenakan makin
besarnya pertumbuhan penduduk dan usia produktif di Indonesia. Hal ini tentu
menjadi masalah ketika laju pertumbuhan lapangan kerja baru tidak seimbang
dengan laju pertumbuhan pendudukan. Semakin kecilnya laju kematian penduduk
turut pula mewarnai problematikan persoalan kependudukan di Indonesia. Yang pada
akhirnya akan turunnya kualitas hidup, tingkat kemakmuran yang rendah, krisis
pangan dan energy, harga hunian sehat yang mahal, angka kriminalitas tinggi,
dan terhambatnya pembangunan nasional. Oleh sebab itu, perlu kesadaran semua
pihak untuk turut membangun dan menekan laju pertumbuhan penduduk melalui
program pendidikan kependudukan yang sistematis. Sehingga, diharapkan
masyarakat akan menyadari akan kondisi faktual negara dalam menangani persoalan
kependudukan. Ide program KB dan dua anak lebih baik sudah cukup cemerlang,
namun juga harus diimbangi dengan mengubah paradigma masyarakat akan banyak
anak banyak rejeki. Pendidikan kependudukan diharapkan sejalan dengan
peningkatan kualitas hidup masyarakat Indonesia.
[1]
Lihat data Badan Pusat Statistik data Survei Penduduk antar Sensus di http://bps.go.id
[2]
Dalam pandangan modern nation state,
kemiskinan menjadi salah satu pokok persoalan yang fundamental dalam sebuah
negara. Hal ini tentu memiliki relasi yakni keseimbangan laju pertumbuhan
penduduk dan optimalisasi kualitas sumber daya manusia.
[3]
Data Hasil Penelitian Pusat Studi Islam dan Kenegaraan (PSIK) Universitas Paramadina
menyatakan bahwa HDI Indonesia berada pada posisi 111 dari 177 negara. Artinya,
Indonesia masih menempati ‘negara miskin’ dalam arti kualitas pembangunan
manusia Indonesia masih sangat rendah.
[4]
Renstra Ditjen Dikmen 2013, Jumlah penduduk besar jelas menjadi
potensi bagi pengembangan pasar domestik. Sejak 2010 usia produktif semakin
besar, sehingga memungkinkan kesempatan untuk mendorong produktifitas. Generasi
produktif yang berpendidikan dan berketerampilan baik akan menghasilkan
generasi yang lebih sejahtera. Sebaliknya jika usia produktif ini tidak
dikelola dengan baik, justru akan melahirkan bencana demografi. Usia produktif
justru malah akan menjadi beban bagi negara.
No comments:
Post a Comment