Monday, 6 May 2013

Status Pejabat Diplomatik Pasca Suksesi Negara



Semakin pesatnya perkembangan dunia internasional dalam menjalin hubungan internasional ditandai dengan adanya penempatan agen diplomatik di negara penerima (receiving state). Hal ini secara yuridis diperbolehkan mengingat pengaturan mengenai hubungan diplomatik dan konsuler sudah dibentuk pada decade 1960-an. Pada tahun tersebut ada tiga konvensi besar yang berhubungan dengan hubungan internasional. Konvensi Wina 1961 mengenai hubungan diplomatik, kemudian ada konvensi Wina 1963 mengenai hubungan konsuler, serta Konvensi Wina 1969 mengenai Perjanjian Internasional.
Lahirnya ketiga konvensi dalam satu dekade tersebut menjadi patokan (toetstendingen) bagi negara-negara dalam mengimplementasikan konsep hubungan internasional. Ada dua cara yang dapat dilakukan oleh negara-negara dalam menjalin hubungan internasional dengan negara lain. Pertama, dengan menempatkan agen diplomatik di negara pengirim. Hal ini seperti termaktub dalam Artikel 2 Konvensi Wina 1961 mengenai Hubungan Diplomatik yang menyatakan, “the establishment of diplomatic relations between states, and a permanent diplomatic missions, must take place by mutual consent”.
Artinya, bahwa konvensi Wina secara normatif membolehkan negara-negara melaksanakan hubungan diplomatik sepanjang kepentingan negara-negara pihak tidak terganggu dengan adanya hubungan diplomatik tersebut. Oleh karena itu, pembangunan hubungan diplomatik harus dipenuhi dengan kesepakatan kedua belah pihak (“…must take place by mutual consent”). 
Menempatkan agen diplomatik disuatu negara berarti memberikan sinyalemen positif bagi terbukanya hubungan kerjasama bilateral yang baik diantara kedua negara. Karena, pembukaan kantor perwakilan diplomatik disamakan sebagai iktikad baik negara (good faith) dalam menjalin hubungan yang harmonis dengan negara lain.
Hampir sama dengan hubungan diplomatik, hubungan konsuler yang diatur dalam Konvensi Wina 1963 mengenai Hubungan Konsuler hampir mengatur hal yang sama. Bedanya, hubungan konsuler dalam praktik biasanya merupakan sarana dalam meningkatkan kegiatan ekonomi. Sedangkan hubungan diplomatik lebih mengurusi kegiatan yang bersifat politis. Oleh karena itu, pejabat diplomatik tidak perlu mendapatkan letter of credentials, lantaran dianggap memiliki full powers (kekuasaan penuh) dalam mewakili negara pengirim. Hal ikhwal terkait dengan fungsi konsuler termaktub dalam artikel 5 huruf (b) “furthering the development of commercial, economic, cultural and scientific relations between receiving states…”.
Selain itu, pasca dibukanya hubungan diplomatik dan konsuler, semenjak diterimanya pejabat diplomatik negara penerima tersebut dinegara pengirim, maka pada saat itulah hak keistimewaan dan kekebalan diplomatik dan konsuler didapatkan. Sebagaimana dimaksudkan dalam artikel 39 ayat (1) yang menyatakan “every person entitled to priviliges and immunities shall enjoy them from the moment he enters the territory”. Namun, yang menjadi pertanyaan adalah apa dan bagaimana status pejabat diplomatik/konsuler di negara pengirim yang mengalami suksesi?
Hukum internasional jelas mengenal istilah-istilah yang berkaitan dengan proses terbentuknya negara. Ada aksesi, ada okupasi (pendudukan), ada juga suksesi. Namun, yang dibahas dari tulisan ini akan berada pada ruang lingkup suksesi yakni mengenai status pejabat diplomatik di negara-negara yang mengalami transformasi sosial atau suksesi.
Suksesi diartikan sebagai pengalihan hak-hak dan kewajiban negara-negara yang telah berubah identitasnya atau berganti sistem pemerintahan dan bentuk negaranya. Secara umum, sebenarnya suksesi dapat dibagi menjadi dua pengertian. Yang pertama, adalah suksesi negara dan yang kedua adalah suksesi pemerintahan.
Sebenarnya, persoalan hubungan diplomatik lebih kepada urusan politis masing-masing negara dalam melaksanakan perjanjian dengan negara lain melalui penempatan wakil-wakilnya. Tidak ada batasan normatif yang jelas terkait dengan status pejabat diplomatik masing-masing negara. Hal ini murni diserahkan kepada masing-masing negara dalam melaksanakan hubungan diplomatik dengan negara yang bersangkutan. Terlepas, dari negara tersebut tengah mengalami transformasi sosial. Hal ini dikembalikan lagi kepada negara pengirim untuk tetap melanjutkan hubungan diplomatik di negara yang lama atau tidak. Karena, tidak ada implikasi apapun atas suksesi yang terjadi. 

No comments:

Post a Comment